HUKUM PACARAN DALAM ISLAM
![http://2.bp.blogspot.com/-sua4_2za-jw/UnoncwXc9II/AAAAAAAABKE/7CUe8Yl5xDE/s1600/download.jpg](https://2.bp.blogspot.com/-sua4_2za-jw/UnoncwXc9II/AAAAAAAABKE/7CUe8Yl5xDE/s1600/download.jpg)
Dalam Islam,
hubungan antara pria dan wanita dibagi menjadi dua, yaitu hubungan mahram dan
hubungan nonmahram. Hubungan mahram adalah seperti yang disebutkan dalam Surah
An-Nisa 23, yaitu mahram seorang laki-laki (atau wanita yang tidak boleh
dikawin oleh laki-laki) adalah ibu (termasuk nenek), saudara perempuan (baik
sekandung ataupun sebapak), bibi (dari bapak ataupun ibu), keponakan (dari
saudara sekandung atau sebapak), anak perempuan (baik itu asli ataupun tiri dan
termasuk di dalamnya cucu), ibu susu, saudara sesusuan, ibu mertua, dan menantu
perempuan. Maka, yang tidak termasuk mahram adalah sepupu, istri paman, dan
semua wanita yang tidak disebutkan dalam ayat di atas.
Uturan untuk
mahram sudah jelas, yaitu seorang laki-laki boleh berkhalwat (berdua-duaan)
dengan mahramnya, semisal bapak dengan putrinya, kakak laki-laki dengan adiknya
yang perempuan, dan seterusnya. Demikian pula, dibolehkan bagi mahramnya untuk
tidak berhijab di mana seorang laki-laki boleh melihat langsung perempuan yang
terhitung mahramnya tanpa hijab ataupun tanpa jilbab (tetapi bukan auratnya),
semisal bapak melihat rambut putrinya, atau seorang kakak laki-laki melihat
wajah adiknya yang perempuan. Aturan yang lain yaitu perempuan boleh berpergian
jauh/safar lebih dari tiga hari jika ditemani oleh laki-laki yang terhitung
mahramnya, misalnya kakak laki-laki mengantar adiknya yang perempuan tour
keliling dunia. Aturan yang lain bahwa seorang laki-laki boleh menjadi wali
bagi perempuan yang terhitung mahramnya, semisal seorang laki-laki yang menjadi
wali bagi bibinya dalam pernikahan.
Hubungan yang
kedua adalah hubungan nonmahram, yaitu larangan berkhalwat (berdua-duaan),
larangan melihat langsung, dan kewajiban berhijab di samping berjilbab, tidak
bisa berpergian lebih dari tiga hari dan tidak bisa menjadi walinya. Ada pula
aturan yang lain, yaitu jika ingin berbicara dengan nonmahram, maka seorang
perempuan harus didampingi oleh mahram aslinya. Misalnya, seorang siswi SMU
yang ingin berbicara dengan temannya yang laki-laki harus ditemani oleh
bapaknya atau kakaknya. Dengan demikian, hubungan nonmahram yang melanggar
aturan di atas adalah haram dalam Islam. Perhatikan dan renungkanlah uraian
berikut ini.
Firman Allah SWT
yang artinya, “Dan janganlah kamu mendekati zina;
sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji dan suatu jalan yang
buruk.” (Al-Isra: 32).
“Katakanlah kepada orang-orang mukmin
laki-laki: ‘Hendaklah mereka itu menundukkan sebahagian
pandangannya dan menjaga kemaluannya ….’ Dan katakanlah kepada orang-orang mukmin perempuan: ‘Hendaknya mereka itu menundukkan sebahagian
pandangannya dan menjaga kemaluannya …’.”
(An-Nur: 30–31).
Menundukkan
pandangan yaitu menjaga pandangan, tidak dilepas begitu saja tanpa kendali
sehingga dapat menelan merasakan kelezatan atas birahinya kepada lawan jenisnya
yang beraksi. Pandangan dapat dikatakan terpelihara apabila secara tidak
sengaja melihat lawan jenis kemudian menahan untuk tidak berusaha melihat
mengulangi melihat lagi atau mengamat-amati kecantikannya atau kegantengannya.
Dari Jarir bin
Abdullah, ia berkata, “Saya
bertanya kepada Rasulullah saw. tentang melihat dengan mendadak. Maka jawab
Nabi, ‘Palingkanlah pandanganmu itu!” (HR Muslim, Abu Daud, Ahmad, dan Tirmizi).
Dari Abu Hurairah
r.a. bahwa Rasulullah saw. telah bersabda yang artinya, “Kedua mata itu bisa melakukan zina, kedua tangan itu
(bisa) melakukan zina, kedua kaki itu (bisa) melakukan zina. Dan kesemuanya itu
akan dibenarkan atau diingkari oleh alat kelamin.” (Hadis sahih diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Imam
Muslim dari Ibn Abbas dan Abu Hurairah).
“Tercatat atas anak Adam nasibnya dari
perzinaan dan dia pasti mengalaminya. Kedua mata zinanya melihat, kedua teling
zinanya mendengar, lidah zinanya bicara, tangan zinanya memaksa (memegang
dengan keras), kaki zinanya melangkah (berjalan) dan hati yang berhazrat dan
berharap. Semua itu dibenarkan (direalisasi) oleh kelamin atau digagalkannya.” (HR Bukhari).
Rasulullah saw.
berpesan kepada Ali r.a. yang artinya, “Hai Ali, Jangan sampai pandangan yang satu mengikuti
pandangan lainnya! Kamu hanya boleh pada pandangan pertama, adapun berikutnya
tidak boleh.” (HR Ahmad, Abu Daud, dan Tirmidzi).
Al-Hakim
meriwayatkan, “Hati-hatilah kamu dari bicara-bicara dengan
wanita, sebab tiada seorang laki-laki yang sendirian dengan wanita yang tidak
ada mahramnya melainkan ingin berzina padanya.”
Yang terendah
adalah zina hati dengan bernikmat-nikmat karena getaran jiwa yang dekat
dengannya, zina mata dengan merasakan sedap memandangnya dan lebih jauh terjerumus
ke zina badan dengan, saling bersentuhan, berpegangan, berpelukan, berciuman,
dan seterusnya hingga terjadilah persetubuhan.
Ath-Thabarani dan
Al-Hakim meriwayatkan bahwa Rasulullah saw. bersabda, “Allah berfirman yang artinya, ‘Penglihatan (melihat wanita) itu sebagai panah iblis
yang sangat beracun, maka siapa mengelakkan (meninggalkannya) karena takut
pada-Ku, maka Aku menggantikannya dengan iman yang dapat dirasakan manisnya
dalam hatinya.”
Ath-Thabarani
meriwayatkan, Nabi saw. bersabda yang artinya, “Awaslah kamu dari bersendirian dengan wanita, demi
Allah yang jiwaku di tangan-Nya, tiada seorang lelaki yang bersendirian
(bersembunyian) dengan wanita malainkan dimasuki oleh setan antara keduanya.
Dan, seorang yang berdesakkan dengan babi yang berlumuran lumpur yang basi
lebih baik daripada bersentuhan bahu dengan bahu wanita yang tidak halal
baginya.”
Di dalam kitab
Dzamm ul Hawa, Ibnul Jauzi menyebutkan dari Abu al-Hasan al-Wa’ifdz bahwa dia berkata, “Ketika Abu Nashr Habib al-Najjar al-Wa’idz wafat di kota Basrah, dia dimimpikan berwajah
bundar seperti bulan di malam purnama. Akan tetapi, ada satu noktah hitam yang
ada wajahnya. Maka orang yang melihat noda hitam itu pun bertanya kepadanya, ‘Wahai Habib, mengapa aku melihat ada noktah hitam
berada di wajah Anda?’ Dia
menjawab, ‘Pernah pada suatu ketika aku melewati
kabilah Bani Abbas. Di sana aku melihat seorang anak amrad dan aku
memperhatikannya. Ketika aku telah menghadap Tuhanku, Dia berfirman, ‘Wahai Habib?’ Aku
menjawab, ‘Aku memenuhi panggilan-Mu ya Allah.’ Allah berfirman, ‘Lewatlah Kamu di atas neraka.’ Maka, aku melewatinya dan aku ditiup sekali sehingga
aku berkata, ‘Aduh (karena sakitnya).’ Maka. Dia memanggilku, ‘Satu kali tiupan adalah untuk sekali pandangan.
Seandainya kamu berkali-kali memandang, pasti Aku akan menambah tiupan (api
neraka).”
Hal tersebut
sebagai gambaran bahwa hanya melihat amrad (anak muda belia yang kelihatan
tampan) saja akan mengalami kesulitan yang sangat dalam di akhirat kelak.
“Semalam aku melihat dua orang yang datang
kepadaku. Lantas mereka berdua mengajakku keluar. Maka, aku berangkat bersama
keduanya. Kemudian keduanya membawaku melihat lubang (dapur) yang sempit
atapnya dan luas bagian bawahnya, menyala api, dan bila meluap apinya naik
orang-orang yang di dalamnya sehingga hampir keluar. Jika api itu padam, mereka
kembali ke dasar. Lantas aku berkata, ‘Apa ini?’ Kedua orang itu berkata, ‘Mereka adalah orang-orang yang telah melakukan zina.” (Isi hadis tersebut kami ringkas redaksinya. Hadis di
ini diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim).
Di dalam kitab
Dzamm ul-Hawa, Ibnul Jauzi menyebutkan bahwa Abu Hurairah r.a. dan Ibn Abbas
r.a., keduanya berkata, Rasulullah saw. Berkhotbah, “Barang siapa yang memiliki kesempatan untuk menggauli
seorang wanita atau budak wanita lantas dia melakukannya, maka Allah akan
mengharamkan surga untuknya dan akan memasukkan dia ke dalam neraka. Barang
siapa yang memandang seorang wanita (yang tidak halal) baginya, maka Allah akan
memenuhi kedua matanya dengan api dan menyuruhnya untuk masuk ke dalam neraka.
Barang siapa yang berjabat tangan dengan seorang wanita (yang) haram (baginya)
maka di hari kiamat dia akan datang dalam keadaan dibelenggu tangannya di atas
leher, kemudian diperintahkan untuk masuk ke dalam neraka. Dan, barang siapa
yang bersenda gurau dengan seorang wanita, maka dia akan ditahan selama seribu
tahun untuk setiap kata yang diucapkan di dunia. Sedangkan setiap wanita yang
menuruti (kemauan) lelaki (yang) haram (untuknya), sehingga lelaki itu terus
membarengi dirinya, mencium, bergaul, menggoda, dan bersetubuh dengannya, maka
wanitu itu juga mendapatkan dosa seperti yang diterima oleh lelaki tersebut.”
‘Atha’ al-Khurasaniy berkata, “Sesungguhnya neraka Jahanam memiliki tujuh buah pintu.
Yang paling menakutkan, paling panas, dan paling bisuk baunya adalah pintu yang
diperuntukkan bagi para pezina yang melakukan perbuatan tersebut setelah
mengetahui hukumnya.”
Dari Ghazwan ibn
Jarir, dari ayahnya bahwa mereka berbicara kepada Ali ibn Abi Thalib mengenai
beberapa perbuatan keji. Lantas Ali r.a. berkata kepada mereka, “Apakah kalian tahu perbuatan zina yang paling keji di
sisi Allah Jalla Sya’nuhu?” Mereka berkata, “Wahai Amir al-Mukminin, semua bentuk zina adalah
perbuatan keji di sisi Allah.” Ali r.a.
berkata, “Akan tetapi, aku akan memberitahukan kepada
kalian sebuah bentuk perbuatan zina yang paling keji di sisi Allah Tabaaraka wa
Taala, yaitu seorang hamba berzina dengan istri tetangganya yang muslim. Dengan
demikian, dia telah menjadi pezina dan merusak istri seorang lelaki muslim.” Kemudian, Ali r.a. berkata lagi, “Sesungguhnya akan dikirim kepada manusia sebuah aroma
bisuk pada hari kiamat, sehingga semua orang yang baik maupun orang yang buruk
merasa tersiksa dengan bau tersebut. Bahkan, aroma itu melekat di setiap manusia,
sehingga ada seseorang yang menyeru untuk memperdengarkan suaranya kepada semua
manusia, “Apakah kalian tahu, bau apakah yang telah
menyiksa penciuman kalian?” Mereka
menjawab, “Demi Allah, kami tidak mengetahuinya. Hanya
saja yang paling mengherankan, bau tersebut sampai kepada masing-masing orang
dari kita.” Lantas suara itu kembali terdengar, “Sesungguhnya itu adalah aroma alat kelamin para pezina
yang menghadap Allah dengan membawa dosa zina dan belum sempat bertobat dari
dosa tersebut.”
Bukankah banyak
kejadian orang-orang yang berpacaran dan bercinta-cinta dengan orang yang telah
berkeluarga? Jadi, pacaran tidak hanya mereka yang masih bujangan dan gadis,
tetapi dari uisa akil balig hingga kakek nenek bisa berbuat seperti yang
diancam oleh hukuman Allah tersebut di atas. Hanya saja, yang umum kelihatan
melakukan pacaran adalah para remaja.
Namun, bukan
berarti tidak ada solusi dalam Islam untuk berhubungan dengan nonmahram. Dalam
Islam hubungan nonmahram ini diakomodasi dalam lembaga perkawinan melalui
sistem khitbah/lamaran dan pernikahan.
“Hai golongan pemuda, siapa di antara kamu
yang mampu untuk menikah, maka hendaklah ia menikah, karena menikah itu lebih
menundukkan pandangan, dan lebih memelihara kemaluan. Tetapi, siapa yang tidak
mampu menikah, maka hendaklah ia berpuasa, karena puasa itu dapat mengurangi
syahwat.” (HR Bukhari, Muslim, Abu Daud, Tirmizi,
Nasai, Ibnu Majah, Ahmad, dan Darami).
Selain dua hal
tersebut di atas, baik itu dinamakan hubungan teman, pergaulan laki perempuan
tanpa perasaan, ataupun hubungan profesional, ataupun pacaran, ataupun
pergaulan guru dan murid, bahkan pergaulan antar-tetangga yang melanggar aturan
di atas adalah haram, meskipun Islam tidak mengingkari adanya rasa suka atau
bahkan cinta. Anda bahkan diperbolehkan suka kepada laki-laki yang bukan
mahram, tetapi Anda diharamkan mengadakan hubungan terbuka dengan nonmahram
tanpa mematuhi aturan di atas. Maka, hubungan atau jenis pergaulan yang Anda
sebutkan dalam pertanyaan Anda adalah haram. Kalau masih ingin juga, Anda harus
ditemani kakak laki-laki ataupun mahram laki-laki Anda dan Anda harus berhijab
dan berjilbab agar memenuhi aturan yang telah ditetapkan Islam.
Hidup di dunia
yang singkat ini kita siapkan untuk memperoleh kemenangan di hari akhirat
kelak. Oleh karena itu, marilah kita mulai hidup ini dengan bersungguh-sungguh
dan jangan bermain-main. Kita berusaha dan berdoa mengharap pertolongan Allah
agar diberi kekuatan untuk menjalankan perintah dan meninggalkan larangan-Nya.
Semoga Allah menolong kita, amin.
Adapun pertanyaan
berikutnya kami jawab bahwa cara mengetahui sifat calon pasangan adalah bisa
tanya secara langsung dengan memakai pendamping (penengah) yang mahram. Atau,
bisa melalui perantara, baik itu dari keluarga atau saudara kita sendiri ataupun
dari orang lain yang dapat dipercaya. Hal ini berlaku bagi kedua belah pihak.
Kemudian, bagi seorang laki-laki yang menyukai wanita yang hendak dinikahinya,
sebelum dilangsungkan pernikahan, maka baginya diizinkan untuk melihat calon
pasangannya untuk memantapkan hatinya dan agar tidak kecewa di kemudian hari.
“Apabila seseorang hendak meminang seorang
wanita kemudian ia dapat melihat sebagian yang dikiranya dapat menarik untuk
menikahinya, maka kerjakanlah.” (HR Abu
Daud).
Hal-hal yang
mungkin dapat dilakukan sebagai persiapan seorang muslim apabila hendak
melangsungkan pernikahan.
1. Memilih calon
pasangan yang tepat.
2. Diproses
melalui musyawarah dengan orang tua.
3. Melakukan salat
istikharah.
4. Mempersiapkan
nafkah lahir dan batin.
5. Mempelajari petunjuk
agama tentang pernikahan.
6. Membaca sirah
nabawiyah, khususnya yang menyangkut rumah tangga Rasulullah saw.
7. Menyelesaikan
persyaratan administratif sesui dengan peraturan daerah tempat tinggal.
8. Melakukan
khitbah/pinangan.
9. Memperbanyak
taqarrub kepada Allah supaya memperoleh kelancaran.
10. Mempersiapkan
walimah.
Demikian uraian
jawaban Sya semoga bermanfaat,
Wallaahu a’lam.
Source :
cermin-muslim.blogspot.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar